Friday, October 9, 2015

Makalah : syi'ah dan khawarij

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
          Islam lahir pada tahun 610 M apabila kelahiran Rasulullah saw. dihitumg pada tahun 570 M. Pada mulanya penganut agama Islam sangatlah minim, dan salah satunya ialah Ali bin abi Thalib yang pertama sekali masuk Islam dikalangan anak-anak. Seiring berjalannya waktu, Ali besar dengan didikan Rasulullah saw. Oleh karena itu, hidup saidina Ali
r.a dikelilingi dengan ilmu pengetahuan, sampai-sampai Nabi saw. menganalogikan hubungan beliau dengan Ali r.a ibarat ayah dan anak, namun tidak ada lagi penerus Nabi setelah Rasulullah saw.. Karena kepiawaiannya juga membuat penduduk sekitar menyukainya bahkan namanya dikenal ke luar daerah.
 Setelah Rasulullah saw. wafat kepemimpinan beralih kepada Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar ash-shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi thalib. Namun, pada tahun ke tujuh dari pemerintahan Usman bin Affan mulai timbul konflik karena kebijakan nepotisme beliau yang banyak tidak disetujui oleh penduduk sekitar dan akhirnyan banyak melahirkan pemberontakan-pemberontakan. Masalah ini sempat ditanggapi oleh saidina Ali r.a, namun keadaan tak dapat distabilkan dan akhirnya khalifah Usman terbunuh dikediamannya.
Kepemimpin kemudian diteruskan oleh saidina Ali r.a atas permintaan masyarakat  dengan harapan akan mengusut tuntas siapa pelaku dari pembunuhan khalifah Usman. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Muawiyah dengan mempropagandakan semuanya dan ambisinya untuk menjadi Khalifah sangatlah besar. Dan karena ulahnya juga akhirnya keadaan semakin kacau.
Kemudian untuk   menyelesaikan persoalan ini, pada tahun 37H terjadilah perang Shiffin antara saidina Ali r.a dan Muawiyah. dan hampir saja kemenangan diraih oleh pihak Ali r.a, namun akal liciknya Muawiyah tidaklah sedikit. Untuk mendamaikan suasana akhirnya kedua belah pihak membuat tahkim dengan perwakilan dari masing-masing pihak. Keadaan ini dipersulit lagi oleh pihak Ali yang menginginkan Abu Asy ‘ari utk menjadi perwakilan dari Ali.
Keputusan tahkim diterima olehnya, akibatnya banyak terjadi reaksi diantara pendukung Ali. Sebagian mereka menerima tahkim tersebut dan menghormati Ali sebagai pemimpinnya, dan sebagian yang lain tidak menerima keputusan tahkim dan akhirnya keluar dari barisan Ali r.a serta menuduh Ali r.a menjadi kafir. Kelompok yang masih bersama Ali r.a kemudian disebut dengan Syiah sedangkan kelompok yang keluar dari barisan Ali r.a disebut Khawarij.
2. Rumusan masalah
            Setelah membaca sejarah masalah, maka dapat dirumuskan :
a.       Apa itu khawarij dan Syiah ?
b.      Pada tahun berapakah munculnya aliran kwhawarij dan Syiah ?
c.       Apakah paham-paham yang dianut oleh Khawarij dan Syiah ?
d.      bagaimana doktrin-doktrin yang mereka ajarkan kepada masyarakat ?
3. Tujuan Pembahasan
            Adapun tujuan dari pembahasannya ialah:
a.       Untuk mengetahui tentang Khawarij dan Syiah.
b.      Untuk mengetahui waktu munculnya Khawarij dan Syiah.
c.       Untuk mengetahui paham-paham yang dianut oleh khawarij dan Syiah.
d.      Untuk mengetahui dokktrin-doktrin yang mereka ajarkan kepada masyarakat.
4. Batasan Pembahasan
            Dalam pembahsan ini penulis hanya memaparkan tentang Khawarij dan Syiah yang dilihat dari segi aspek sejarah dan doktrin-doktrinnya.






BAB II
PEMBAHASAN
1.                  Aliran Khawarij
1.1              Sejarah Timbulnya Aliran Khawarij

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, kaum Khawarij terdiri atas pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan barisanya, karna tdidak setuju dengan sikap Ali bin Abi Thalib dalam menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan pengsengketaan tentang Khilafah dengan Muawiyah bin Abi Sofyan. Nama khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali.
Selanjutnya mereka menyebut diri mereka Syurah yang berasal dari kata Yasyari (menjual), sebagaimana disebutkan dalam ayat 207 dari surat Al Baqarah: “Ada manusia yang menjual dirinya untuk memperoleh keridhaan Allah “.[1]
Satu hal yang menarik dari sejarah lahirnya teologi Islam adalah bahwa pemikiran teologi mula-mula lahir sebagai persoalan politik. Tiga atau empat aliran besar yang mula-mula muncul dalam teologi Islam adalah aliran-aliran Khawarij, Murji’ah, Muktazilah, dan Syi’ah . Tapi induk dari segala aliran itu adalah para pengikut Ali bin Abi Thalib. Sumber persoalannya adalah pembunuhan khalifah Usman bin Affan yang pada masa kekhalifahannya telah melakukan kesalahan besar yaitu diangkatnya beberapa familinya dari bani Umayyah. Oposisi itu cukup sah dan khalifah Usman sebenarnya telah menyetujui desakan tokoh-tokoh terkemuka pada waktu itu termasuk Ali bin Abi Thalib yang tergolong sahabat Nabi  saw. yang memiliki baik kewibawaan maupun integritas , untuk memperbaiki keadaan. Tetapi kaum oposisi ingin menggulingkannya dengan paksa yang tentu saja ditolak oleh khalifah.
Kaum khawarij pada dasarnya setuju dengan alasan-alasan oposisi terhadap kebijaksanaan Usman. Mereka tidak terlibat dalam komplotan pembunihan Usman.
Kaum khawarij hanya mengakui dua administrasi kekhalifahan. Tapi mereka menentang plutokrasi dan nepotisme yang mulai dikembangkan oleh  keluarga Muawiyah  dengan khalifah Usman sebagai patronnya.[2]
Kaum-kaum khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Sebagi orang badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran agama islam, sebagai terdapat dalan Al Qur’an dan Hadis, mereka artikan artikan menurut lafaznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Disinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum Khawarij terpecah belah menjadi  golongan-golongan kecil yang diantaranya: Al Muhakkimah, Al Azariqah, Al Najdat, Al ‘Ajaridah, Al Sufriah, dan Al Ibadiah.

1.2  Doktrin
a.       Al-Muhakkimah
Yaitu golongan Khawarij asli yang terdiri dari pengikut-pengikut Ali. Bagi mereka semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dengan jadi kafir. Selanjutnya hukum kafir ini mereka luaskan artinya sehingga termasuk kedalamnya tiap orang yang berbuat dosa besar.

b.      Al-Azariqah
Yaitu golongan yang menyusun barisan baru dan besar lagi kuat sesudah golongan al-Muhakkimah hancur. Subsekte ini lebih radikal dari al-Muhakkimah. Mereka tidak lagi memakai term kafir, tetapi term musyrik dan polytheis. Selanjutnya yang dipandang musrik adalah orng yang tak sepaham dengan mereka. Bahkan orang Islam yang sepaham dengan al-Azariqah sendiri, yang tinggal diluar mereka dan tidak mau pindah kedaerah kekuasaan mereka juga dipandang musyrik.
Memang dalam anggapan mereka, hanya daerah merekalah yang merupakan dar al Islam, sedangkan daerah Islam yang lainnya adalah dar al kufr, yang wajib diperangi. Sebagai mana disebut Ibn Al-Hazm, selalu mengadakan isti’rad yaitu bertanya tetang pendapat atau keyakinan seseorang. Siapa saja yang mereka jumpai dan mengaku orang Islam yang tak termasuk dalam golongan al-Azariqah, mereka bunuh.



c.       Al-Najdat
Yaitu golongan yang keluar dari barisan al-Azariqah karna tidak sepaham dengan doktrinnya. Abu Fudaik dengan teman-teman serta pengikutnya memisahkan diri dari Nafi’ dan pergi ke Yammah. Disini mereka dapat menarik Najdah ke pihak mereka dengan pengikut-pengikutnya dalam pertikaian paham dengan Nafi’ yang sebelunnya ingin bergabung dengan golongan al-Azariqah.
Najdah berlainan dengan kedua golongan di atas, berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan tidak sepahan dengannya akan kekal dalam neraka. Akan tetapi jika pengikutnya yang berbuat dosa besar, betul akan mendapat siksaan, tapi bukan dalam neraka dan akan masuk surga.
Dosa kecil baginya akan menjadi dosa besar, kalau  dikerjakan terus menerus dan yang mengerjakannya sendiri menjadi musyrik.Seterunya ia berpendapat bahwa muslim wajib mengetahui Allah dan Rasul-rasul-Nya, mengetahui haram membunuh orang islam dan percaya pada seluruh apa yang di wahyukan Allah pada rasul-Nya. Orang yang tak mengetahui ini tak diampuni.
Dalam lapangan politik jajdah berpendapat bahwa adanya Imam perlu hanya jika maslahat menghendaki yang demikian.
Dalam kalangan al-Khawarij, golongan inilah kelihatannya yang pertama membawa paham taqiah, yaitu merahasiakan dan tidak menyatakan keyakinan untuk keamanan diri seseorang. Tapi tidak semua pengikut najdah setuju dengan pendapat dan ajaran-ajaran diatas, teruma paham bahwa dosa besar tidak membuat pengikutnya menjadi kafir, dan bahwa dosa kecil bisa menjadi dosa besar.
Dalam perpecahan ini Abu Fudaik, Rasyid al-al Tawil, dan ‘Atiah  al-Hanafi memisahkan diri dari najdah. ‘Atiah mengasingkan diri ke Sajistan di Iran, sedang Abu Fudaik dan rasyid mengdakan perlawanan terhadap najdah. Akhirnya Najdah dapat mereka tangkap dan penggal lehernya.

d.      Al-‘Ajaridah
Mereka adalah pengikut ‘Abd al Karim Ibnu ‘Ajrad yang menurut al- Syahrastani merupakan salah satu teman ‘Atiah. Kaum al- ‘Ajaridah bersifat lebih lunak karena menurut paham mereka berhijrah bukanlah suatu kewajiban tapi hanyalah kebajikan. Disamping itu harta yang dijadikan rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati terbunuh. Seterusnya mereka berpendapat bahwa anak kecil tidak bersalah, tidak musyrik menurut orang tuanya.
Selanjutnya kaun ajaridah mempunyai paham puritarisme. Surat yusuf dalam al-Qur’an membawa cerita cinta dan al-Qur’an, sebagai  kitab suci, kata mereka, tidak mungkin mengandung cerita cinta oleh karna itu mereka tidak mengakui surat yusuf sebagian dari al-Qur’an.
Golongan ini terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil seperti al-Maimuniah yang menganut paham qadariah. Dan begitu juga dengan golongan al-Hamziah. Tetapi golongan al-Syu’aibiah dan al-Hazimiah menganut paham sebaliknya.

e.       Al-Sufriah
Mereka adalah golongan yang dalam paham dekat dengan al-azariqah dan oleh karena itu juga mereka merupakan golongan yang ekstrim. Hal-hal yang membuat mereka kurang ekstrim dari yang lain addalah pendapat-pendapat seperti mereka tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh , selanjutnya tidak semua mereka berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar menjadi musyrik. Ada diantara mereka yang membagi dosa besar kedalam dua golongan yaitu ada yang ada sangsinya didunia dan yang taka da sangsinya didunia.

f.       Al-Ibadiah
Yaitu golongan yang paling moderat dari seluruh golongan khawarij. Golongan ini berpaham orang yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah dan bukanlah musyrik, tetapi kafir. Dan dengan orang Islam demikian boleh diadakan perkawinan , daerah orang Islam yang tak sepaham dengan mereka, kecuali camp pemerintah merupakan dar tawhid, daerah orang yang mng-Esa-kan Tuhan, dan tidak boleh diperangi. Yang merupakan dar kufr, yaitu yang harus diperangi, hanyalah ma’askar pemerintah. Dan orang Islam yang berbuat dosa besar adalah muwahhid yang meng-Esa-kan Tuhan, tetapi bukan mukmin dan bukan kafir al-milla, yaitu kafir agama.[3]

2.         Aliran Syiah
2.1       Sejarah Asal-Usul Syi’ah
Syiah secara etimologi bahasa berarti  pengikut, pembela, sekte dan golongan. Selain itu juga bermakna setiap kaum yang bersatu atau berkumpul diatas suatu perkara.
Sedangkan dalam istilah Syara', Syiah merupakan mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali Bin Abi Thalib beserta cucunya bahwasannya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk memengang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian juga anak cucunya sepeninggalan beliau.
Aliran Syi’ah  timbul sejak pemerintahan Utsman bin Affan yang dikomandoi oleh Abdullah bin Saba' Al-Himyari, seorang Yahudi dari Yaman. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, lalu Abdullah bin Saba' mengintrodusir ajarannya secara terang-terangan dan menggalang massa untuk memproklamirkan bahwa kepemimpinan (baca: imamah) sesudah Nabi saw sebenarnya ke tangan Ali bin Abi Thalib karena suatu nash (teks) Nabi saw. Namun, menurut Abdullah bin Saba', Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut.
Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil tindakan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian mereka melarikan diri ke Madain.
Aliran Syi'ah pada abad pertama hijriyah belum merupakan aliran yang solid sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang berkembang pada abad ke-2 hijriyah dan abad-abad berikutnya.
A.    Pokok-pokok Penyimpangan Syi’ah
a.      Pokok penyimpangan syia’ah periode pertama
1.      Keyakinan bahwa imam sesudah Rasulullah Saw adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi Saw. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib ra.
2.      Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa)
3.      Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.
4.      Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.
5.      Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba' dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut.
6.      Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut
7.      Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa' wal Firaq wal Bida' wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237)

Pada abad ke-2 hijriyah, perkembangan keyakinan Syi'ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaini dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.

b.      Pokok-pokok  Penyimpangan Syi’ah Secara Umum
1.      Pada Rukun Iman:
Syiah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul dan Qadha dan Qadar-Qadar- yaitu: 1. Tauhid (keesaan Allah), 2. Al-'Adl (keadilan Allah) 3. Nubuwwah (kenabian), 4. Imamah (kepemimpinan Imam), 5.Ma'ad (hari kebangkitan dan pembalasan). (Lihat 'Aqa'idul Imamiyah oleh Muhammad Ridha Mudhoffar dll).



2.      Pada Rukum Islam
Syiah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu:
1.Shalat, 2.Zakat, 3.Puasa, 4.Haji, 5.Wilayah (perwalian), (lihat Al-Khafie juz II hal 18).

3.      Syi'ah meyakini bahwa Al-Qur'an sekarang ini telah dirubah, ditambahi atau dikurangi dari yang seharusnya, seperti:
"wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna 'ala 'abdina FII 'ALIYYIN fa`tu bi shuratim mim mits lih (Al-Kafie, Kitabul Hujjah: I/417)
Ada tambahan "fii 'Aliyyin" dari teks asli Al-Qur'an yang berbunyi:
"wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna 'ala 'abdina fa`tu bi shuratim mim mits lih" (Al-Baqarah:23) Karena itu mereka meyakini bahwa: Abu Abdillah a.s (imam Syiah) berkata: "Al-Qur'an yang dibawa oleh Jibril a.s kepada Nabi Muhammad Saw adalah 17.000 ayat (Al-Kafi fil Ushul Juz II hal.634). Al-Qur'an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi'ah Al-Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fashlul Khithab karangan An-Nuri Ath-Thibrisy).

4.      Syi'ah meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi saw, mereka murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244).

5.      Syi'ah menggunakan senjata "taqiyyah" yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui (Al Kafi fil Ushul Juz II hal.217).

6.      Syi'ah percaya kepada Ar-Raj'ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat dikala imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.

7.      Syi'ah percaya kepada Al-Bada', yakni tampak bagi Allah dalam hal keimaman Ismail (yang telah dinobatkan keimamannya oleh ayahnya, Ja'far As-Shadiq, tetapi kemudian meninggal disaat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap maksum (terjaga).

8.      Syiah membolehkan "nikah mut'ah", yaitu nikah kontrak dengan jangka waktu tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shadiqin Juz II hal.493). Padahal hal itu telah diharamkan oleh Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri.

Syiah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan berguluirnya waktu, kelompok ini terpecah menjadi lima sekte yaitu Kaisaniyah, Immamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan Ismailliyyah. (Al-Milal Wan Nihal hal.147, Karya Asy-Syihristani)[4]

2.2       Pembagian Syi’ah
1.      Syi’ah Kaisaniyyah
1.1 Sejarah Kaisaniyyah
Penganut aliran ini adalah pengikut Al-mukhtar Ibn ‘Ubaid Al- Tsaqafi. Pada mulanya Al-mukhtar berasal dari kalangan khawarij kemudian masuk kedalam kelompok syi’ah yang mendukung Ali. Nama kaisaniyyah berhubungan dengan nama kaisan, yang menurut satu kalangan  adalah nama lain dari Al-mukhtar, sementara kalangan lain berpendapat bahwa kaisan adalah nama dari maula (orang yang dimerdekakan) Ali, atau nama cucu Ali, Muhammad Ibn Al-Hanafiyyah.

1.2 Aqidah Kaisaniyyah
Aqidah aliran kaisaniyyah tidak didasarkan atas ketuhanan para imam dari ahlulbait sebagaimana yang dianut oleh aliran Sabai’yyah, tetapi didasarkan atas paham bahwa seorang imam adalah pribadi yang suci dan wajib dipatuhi. Mereka percaya sepenuhnya akan kesempurnaan pengetahuan dan keterpeliharaannya dari dosa karena ia merupakan symbol dari ilmu Ilahi. Imam menurut pandangan mereka, setelah Ali, Al-Hasan dan Al-husain adalah Muhammad Ibn Al-Hanafiyyah. Sebagian pemganut kaisaniyyah berpendapat bahwa Muhammad Ibn Al-Hanafiyyah telah meninggal dunia tetapi akan kembali lagi kedunia. Namun pada umumnya mereka meyakini bahwa ia tidak wafat, tetapi masih hidup di gunung Radhwa yang dikelilingi madu dan air.

1.3  Pemikiran dan Doktrin Kaisaniyyah
a.       Al-bada’, yaitu keyakinan bahwa Allah mengubah kehendakNya sejalan dengan perubahan ilmuNya, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkannya yang sebaliknya.
b.      Reinkarnasi, yaitu keluarnya ruh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain.
c.       Segala sesuatu mempunyai sisi lahir dan sisi batin, segala sesuatu mempunyai ruh, semua wahyu ada takwilnya, segala sesuatu di alam ini ada hakikatnya, semua hukun dan rahasia yang ada dialam ini terkumpul dalam diri seseorang. Dan itu merupakan ilmu yang diwariskan Ali  kepada cucunya, Muhammad Al-Hanafiyyah. Maka barang siapa yang didalam dirinya terkumpul ilmu ini, dialah imam yang sebenernya.
d.      Menafikan pengertian kerasulan didalam diri Muhammad Ibn Al-Hanafiyyah, walaupun panatisme terhadap keturunan Ali lebih mendorong mereka untuk mengangkat Muhammad Al-Hanafiyyah kepada dejarat kenabian dengan filsafat seperti reinkarnasi ruh dan sebagainya.[5]

2.      Syi’ah Imammiyyah (Rafidhah)
2.1  Sejarah Syi’ah Imammiyyah (Rafidhah)
Syi'ah Imamiyah Duabelas adalah sebuah kelompok ummat Islam yang berpegang teguh kepada keyakinan, bahwa Ali lah yang berhak mewarisi khalifah, dan bukan Abu Bakar, Umar, dan Usman R.A. Diyakininya ada 12 Imam. Imam yang terakhir - kata mereka - menghilang, masuk dalam goa di Samara. Sekte Imamiyah inilah yang bertentangan dengan Ahlussunnah Wal Jamaah dalam pemikiran dan ide-idenya yang spesifik. Mereka sangat berambisi untuk menyebarkan madzhabnya ke segenap penjuru dunia Islam. Firqah ini muncul tatkala muncul seorang yahudi mendakwakan dirinya sudah masuk islam, namanya Abdullah Bin Saba‘. Mendakwakan kecintaannya terhadap ahli bait, dan terlalu memuja-muji Ali dan mendakwakan bahwa Ali punya wasiat untuk mendapatkan khalifah, kemudian ia mengangkat Ali sampai ke tingkat Ketuhanan, hal ini diakui oleh buku-buku syia’ah sendiri. Dua belas Imam yang dijadikan Imam oleh mereka, berantai secara berurutan sebagai berikut:
1.      Ali bin Abi Thalib r.a
2.      Hasan bin Ali r.a
3.      Husein bin Ali r.a
4.      Ali Zainal Abidin bin Husein
5.      Mohammad Baqir bin Ali Zainal Abidin
6.      Ja’far Shodiq bin Mohammad Baqir
7.      Musa Kadzim bin ja’far Shadiq
8.      Ali Ridha bin Musa Kadzim
9.      Muhammad Jawwad bin Ali Ridha
10.  Ali Hadi bin Muhammad Jawwad
11.  Hasan Askari bin Ali Hadi
12.  Muhammad Mandi bin Muhammad Al Askari

2.2  Aqidah Syi’ah Imammiyyah (Rafidhah)
a.       Sebagian mereka ada yang memulangkan asal usul Syi'ah kepada peristiwa perang "Jamal". Sebagian lagi ada yang mengembalikannya kepada sejarah terbunuhnya Utsman, dan ada lagi yang berpendapat, bahwa Syi'ah dimulai sejak peristiwa perang Shiffien.
b.      Asal usul timbulnya Syi’ah adalah sebagai akibat daripada pengaruh keyakinan-keyakinn orang Persia yang menganut agama raja dan nenek moyang. Orang Persia mempunyai andil besar dalam proses pertumbuhan syi’ah untuk membalas dendam terhadap islam yang telah menghancur-luluhkan kekuatan mereka dengan mengatasnamakan islam sendiri.
c.       Ide syi’ah bercampur aduk dengan ide-ide yang datang dari keyakinan-keyakinan di Asia seperti, Budhisme, Manaisme, Brahmaisme serta mereka-mereka yang berkeyakinan kepada reinkarnasi dan pantheisme.
d.      Syi'ah mengadopsi ide-idenya dari Yahudisme yang telah membawa tapak-tapak berhalaisme Asyurisme dan Babilisme.
e.       Pendapat mereka tentang Ali r.a., para imam, dan Ahlul Bait (keluarga Rasulullah SAW.) mendapatkan titik temu dengan pendapat- pendapat orang Kristen tentang Isa a.s. (Yesus Kristus). Orang-orang Syi'ah hampir mirip dengan orang-orang Kristen dalam memperingati harihari besar, memperbanyak gambar dan patung, dan membuat-buat sesuatu yang luar biasa dan mengembalikannya kepada imam.

2.3  Pemikiran dan Doktrin Syi’ah Imammiyyah (Rafidhah)
a.       Imamah, harus dengan tekstual. Imam terdahulu harus menentukan imam penggantinya secara tekstual dan langsung ditunjuk orangnya, bukan dengan bahasa isyarat. imamah sesuatu yang sangat penting, yang tidak boleh terpisahkan antara Rasulullah SAW dengan ummat. Dan tidak boleh dibiarkan masing-masing orang menyampaikan pendapatnya tentang imamah sendiri-sendiri. Justru harus ditentukan seseorang yang menjadi tempat bertanya dan rujukan.
b.      'Ishmah, Setiap imam terpelihara (Ma'shum) dari segala kesalahan, kelalaian, dan dosa, baik dosa besar ataupun dosa kecil.
c.       `Ilmu, Setiap imam dititipi ilmu dari Rasulullah SAW. untuk menyempurnakan syari'at Islam. Imam memilki ilmu ladunni. Tak ada perbedaan antara imam dengan Rasulullah SAW. Yang membedakan, bahwa Rasulullah mendapat wahyu. Rasulullah SAW. telah menitipkan kepada mereka rahasia-rahasia syari'at Islam, agar mereka mampu memberikan penjelasan kepada manusia sesuai dengan kebutuhan zamannya.
d.      Sesuatu Yang Luar Biasa,  Peristiwa yang luar biasa boleh terjadi pada diri imam. Itu disebut `mu'jizat. Jika tidak ada satu teks tertulis dari imam sebelumnya, maka dalam kondisi seperti itu penentuan imam harus berlangsung berdasarkan sesuatu yang luar biasaitu.
e.       "Al Ghaibah" (Menghilang), Diyakininya, bahwa zaman tidak pernah kosong dari sebuah argumentasi yang membuktikan Allah, baik secara logika maupun secara hukum. sebagai konsekwensi logisnya, bahwa Imam yang ke 12 telah menghilang di sebuah goa (dalam rumahnya). Diyakininya pula, bahwa imam tersebut memilki "ghaibah shugra" dan "ghaibah kubra". Ini adalah salah satumitosmereka.
f.       Roj'ah (muncul kembali), Diyakininya, bahwa Imam Hasan Al Askari akan datang kembali pada akhir zaman, ketika Allah mengutusnya untuk tampil. Oleh sebab itu, setiap malam setelah shalat maghrib, mereka berdiri di depan pintu goa itu, dan mereka telah menyediakan sebuah kendaraan, kemudian mereka pergi, dan mengulanginya Iagi perbuatannya itu pada malam berikutnya. Mereka berkata, bahwa ketika kembali, imam itu akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana bumi sedang dibanjiri oleh kekejaman dan kedzoliman. Dan ia akan melacak lawan-lawan Syi'ah sepenjang sejarah. Syi'ah Imamiah ini benar-benar berkata, bahwa Imam itu pasti akan datang kembali, bahkan sebagian sekte-sekte Syi'ah yang lainnya menyatakan, bahwa sebagian mereka yang matipun akan datang kembali.
g.      Taqiyah, Dianggapnya sebagai salah satu pokok ajaran agama. Barang siapa yang meninggalkan taqiyah, sama hukumnya dengan meninggalkan shalat. Taqiyah adalah suatu kewajiban yang tidak boleh dihapuskan, sampai yang berwenang tampil. Barangsiapa yang meninggalkannya sebelum ia tampil, maka ia telah keluar dari agama Allah dan dari agama Imamiah. Mereka mengambil dalil kepada firman Allah: " Kecuali karena ( siasat ) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka ( Q.S. 3 : 28 ). Dihubung-hubungkannya dengan Abu Ja' far, Imam yang kelima, dengan ucapannya : "Taqiah adalah agamaku dan agama nenek moyangku. Tak ada imannya seseorang yang tidak memiliki taqiah". Diperluasnya pemahaman taqiah itu sampai kepada batas dusta dan haram.
h.      Mut'ah, Dipandangnya, bahwa memut'ah wanita adalah adat yang terbaik dan pengorbanan yang paling afdhal,berdasarkan kepada ayat: "Maka isteri-isteri yang telah kamu ni'mati (campuri) diantara mereka,berikanlah kepada mereka maharnya(dengan sempurna),sebagai suatu kewajiban. " (Q.S. 4 : 24).  Padahal Islam telah mengharamkan sistem perkawinan tersebut. Suatu perkawinan yang persyaratannya dibatasi dengan waktu tertentu, yang menurut Ahlussunnah, syaratnya harus menghadirkan niat untuk mengekalkannya (kawin seterusnya). Kawin muth' ah mempunyai banyak dampak negatif di tengah-tengah masyarakat.
i.        Mushhaf versi mereka, yang namanya "Mushhaf Fathimah". Dalam bukunya, "Al Kafi", halaman 57, cetakan tahun 1278 H., Kulaini meriwayatkan dari Abi Basyir, ya'ni "Ja'far Shodiq" : "Bahwasanya kami mempunyai Mushhaf Fathimah r.a., seraya berkata, Kataku : Apa itu Mushhaf Fathimah? Ia berkata : Sebuah Mushhaf yang isinya seperti Qur'an kalian 3 kali, Demi Allah, tidak ada satu hurufpun isinya dari Qur'an kalian".
j.        Lepas Tangan, Mereka lepas tangan daripada ketiga orang khalifah Rasulullah SAW. Abu Bakar, Umar, dan Utsman r.a., dan memberi mereka sifat-sifat yang tercela. Sebab, - menurut keyakinan mereka -, ketiga orang khalifah itu telah merampas khalifah dari orang yang paling berhak untuk menerimanya. Mereka juga mela'nat Abu Bakar dan Umar r.a., dalam mengawali segala amal perbuatan yang baik, sebagai ganti daripada membaca "Basmalah". Mereka juga tidak segansegan untuk melaknat sebagian besar para sahabat Rasulullah SAW. Dan tidak ketinggalan pula untuk melaknat dan menghina Ummul mu'minin 'Aisyah r.a.
k.      Berlebihan, Sebagian mereka sangat berlebihan dalam menokohkan Ali bin Abi Thalib r.a. Bahkan ada yang mengangkatnya sampai pada derajat "Tuhan" seperti sekte Sabaisme. Sebagian mereka ada yang berpendapat, bahwa Jibril telah keliru dalam menyampaikan risalah, lalu diturunkannya kepada Muhammad sebagai ganti daripada Ali r.a. Sebab Ali r.a. itu hampir serupa dengan Rasulullah SAW. seperti serupanya seekor burung beo dengan beo yang lain. Oleh sebab itu, yang berkeyakinan seperti itu disebut Ghurabiah (Beoisme).
l.        Hari Besar Ghadir Khom, Yaitu hari raya mereka yang jatuh pada tanggal 18 Dzulhijjah. Hari ini lebih mulia daripada Iedil Adha dan Iedil Fithri. Hari itu disebut Hari Raya Agung (Akbar). Berpuasa pada hari itu hukumnya sunnah mu'akkad. Pada hari itu, menurut pengakuan mereka, bahwa Rasulullah SAW. telah memberi wasiat tentang khalifah kepada Ali r.a. untuk menggantikan beliau.
m.    Diagungkannya hari Nairuz, yaitu hari tahun barunya bangsa Persia. Sebagian mereka ada yang berpendapat, bahwa mandi pada hari itu adalah sunnah.
n.      Mereka juga mempunyai hari agung yang diselenggarakan pada tanggal 9 Rabiul Awwal, yaitu hari raya "Bapak" mereka "Baba Syuja' Uddin", sebuah gelar daripada "Abu Lu'lu'ah Al Majusi" yang telah membunuh Umar bin Khattab r.a.
o.      Diselenggarakannya pesta-pesta hiburan, kematian, kesedihan, berfoto-foto, dan menepuk dada, dan perbuatan-perbuatan terlarang lainnya yang dipentaskan oleh mereka pada 10 hari pertama bulan Muharram, dcngan keyakinan, bahwa itu semua dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, menghapuskan dosa dan kesalahan mereka; dan barangsiapa yang menyaksikan mereka pada pameran suci di Karbela, Nejev, dan Qum, pasti akan melihat sesuatu yang aneh-aneh.[6]

3.      Syi’ah Zaidiyyah
3.1  Sejarah Syi’ah Zaidiyyah
Syi’ah Zaidiyyah berdiri sesudah berselang 60 tahun setelah Husein wafat, di bawah pimpinan Imam Zaid ibn ‘Ali. Aliran tersebut memiliki persyaratan khusus dalam memilih seorang imam yaitu seorang yang Alim, Zahid (sangat berhati-hati dengan masalah dunia) pemberani, pemurah dan mau berjihad di jalan allah guna menengakkan keimaman taat pada agama baik dia dari putera Hasan dan Husein. Syiah Zaidiyyah, dalam masalah kekhilafahan atau keimaman, golongan ini rupanya lebih moderat. Mereka bisa menerima Imam Mafdul yakni imam yang dinominasikan disamping adanya Imam Al Afdal atau imam yang lebih utama. Pikiran seperti tentunya karena pendiri aliran Zaidiyyah pernah berguru kepada Wasil ibn Ata, pendiri Mu’tazilah. Oleh karena itu, aliran ini tidak menyalahkan atau membenci khalifah-khalifah sebelum Ali ibn Abi Thalib. Sebagaimana diketahui, umumnya kaum syi’ah berprinsip bahwa Ali ibn Abi Thalib adalah satu-satunya orang yang lebih berhak menjadi khalifah sesudah Nabi, tetapi mereka berbeda paham tentang siapa yang berhak menjadi imam sesudah Husein wafat. Perbedaan-perbedaan paham itu rupanya menjadi faktor yang mewarnai identitas kelompok masing-masing.[7]

3.2  Aqidah  Syi’ah Zaidiyyah
a.       Condong kepada aqidah mu’tazilah dalam masalah berkaitan zat Allah, dan pilihan dalam amalan serta hukum yang berkenaan pelaku dosa besar dan mereka menyamai pendapat mu’tazilah dalam masalah manfilah baina manzilatain.
b.      Mereka membolehkan al-imam pada kesemua anak-anak fatimah, sama ada daripada keturunan al-imam al-hasan atau al-husain
c.       Kebanyakkan mereka mengakui akan keimaman Abu Bakar dan Umar, mereka tidak melaknat keduanya sebagaimana yang dilakukan oleh rafidhah
d.      Mereka tidak membenarkan nikah mut’ah dan mereka mengingkarinya
e.       Mereka berpandangan sama dengan syi’ah rafidhah dalam zakat al-khumus dan bolehnya taqiyah dalam keadaan terpaksa.
f.       Dalam azan mereka ditambah dengan kalimah “hayya ‘ala khairil ‘amal”  yang menyamai syi’ah rafidhah.
g.      Mereka berpandangan shalat tarawih adalah bid’ah dan hal ini menyamai syi’ah rafidhah.
h.      Mereka menolak sholat dibelakang imam yang fajir (dzalim)
i.        Mereka tidak mengimani aqidah mahdi al-muntazar
j.        Mereka berpandangan bahwa wajibnya keluar memberontak keatas imam yang dzalim dan tidak wajib taat kepada mereka.  

4.      Syi’ah Glulat
4.1 Sejarah Syi’ah Ghulat
Istilah Ghulat besaral dari kata ghala-yaghlu-ghulu artinya bertambah dan naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuat menjadi ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sifat berlebih-lebihan atau  ekstrim. Ada juga yang memberikan pengertian bahwa syi’ah ghulat adalah golongan yang menganggap atau menempatkan Ali pada derajat ketuhanan dan ada yang menempatkan pada derajat kenabian bahkan lebih tinggi daripada Nabi Muhammad Saw.
Gelar ekstrim yang diberikan pada kelompok ini, berkaitan dengan pendapatnya yang janggal, yakni ada beberapa orang yang dianggap khusus dianggap tuhan dan ada juga beberapa orang dianggap rasul setelah Nabi muhammad Saw.

4.2  Pemikiran dan Doktrin Syi’ah Ghulat
Menurut Syahratani  ada empat doktrin yang disebarkan oleh syi’ah ghulat yang membuat mereka menjadi ekstrim yaitu:
a.      Tanasukh  adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil dari jasad yang lain golongan ini berpendapat bahwa roh-roh yang ada dalam jasad imam mereka adalah turunan dari roh Allah.
b.      Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah merubah kehendakNya sejalan dengan perubahan keilmuan serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkan sebaliknya.
Golongan ini mempercayai bahwa imam Mahdi al-muntazar akan datang ke bumi. Namun mereka berbeda pendapat siapakah yang akan kembali sebagian mengatakan yang akan kembali ke bumi adalah Ali dan ada yang mengatakan Ja’far bin Shodiq dan ada yang mengatakan Muhammad bin Hanafiah, bahkan Mukhtar Ats-tsaqofi.
c.       Tasbih  artinya menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah ghulat telah menyerupakan imam mereka dengan tuhan atau menyerupakan tuhan.
d.      Hulul artinya tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi syi’ah ghulat berarti tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.
e.       Ghaiba artinya menghilangkan imam Mahdi. Ghaibah merupakan kepercayaan bahwa imam Mahdi itu ada di dalam negri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa.[8]

5        Syi’ah Isma’iliyyah
5.1 Sejarah Syi’ah Isma’iliyyat
Isma’iliyyah adalah sebuah kelompok kebatinan yang dinisbatkan kepada Imam Isma’il bin Ja’far Shadiq. Secara lahiriah isma’iliyyah cenderung kepada Syi’ah yang mengagungkan Ahlu bait. Tetapi hakikatnya kelompok ini menghancurkan ‘aqidah Islamiyyah. Isma’iliyyah terpecah-pecah menjadi berbagai kelompok dan berkembang sepanjang zaman sampai hari ini. Kelompok tersebut antara lain isma’iliyyah qaramithah, isma’iliyyah fathimiyyah, isma’iliyyah assasin, isma’iliyyah syam, isma’iliyyah bahrah, isma’iliyyah agha khaniyyah dan isma’iliyyah waqifah.

5.2 Aqidah Syi’ah Isma’iliyyah
Madzhab Isma’iliyyah pertama tumbuh di Iraq kemudian pindah ke Persia. Khurasan dan kawasan-kawasan Transoxiana seperti India dan Turkistan. Lalu bercampur dengan kepercayaan-kepercayaan Persia kuno dan pemikirn-pemikiran Hindu. Seterusnya penyimpangan dan ketidakjelasan “aqidah ini diperkeruh oleh orang-orang yang ingin memuaskan hawa nafsunya.
Mereka bersentuhan pula dengan orang-orang Brahma di India, filsafat-filsafat Timur, orang-orang Budha dan sisa-sis ajaran Astrologer dan Persia berupa keyakinan dan pemikirannya tentang ruhanu, planet, dan bintang-bintang. Mereka berbeda-beda dalam kadar mengadopsi khufarat itu. Kerahasian mereka semakin menambah penyimpangannya.
Sebagian mereka ada yang menjadi penganut aliran mazdak dan zoroaster dalam filsafat serba boleh dan kekomunisannya (seperti qaramithah)
‘aqidah mereka tidak bersumber kepada al-qur’an dan sunnah. Di dalamnya telah dimasuki berbagai filsafat dan kepercayaan yang membekas kepada keyakinan mereka dan menyebabkan mereka keluar dari ajaran islam.

5.2  Pemikiran dan Doktrin Syi’ah Isma’iliyyah
a.       Keharusan adanya imam ma’shum, yang terjaga dari kesalahan dan dosa.
b.      ‘ishmah  bagi mereka bukan ketiadaan melakukan ma’shiyat dan kesalahan, tetapi bagi mereka kesalahan dan ma’shiyat itu harus ditakwilkan dengan apa yang sesuai dengan kepercayaan mereka
c.       Mereka berkeyakinan barang siapa yang meninggal dalam keadaan tidak mengenal imamnya dan belum pernah berbai;at maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah
d.      Imam dari syi’ah isma’iliyyah memiliki sifat sangat tinggi sampai mendekati sifat tuhan. Imam mengetahui ilmu ghaib dan pengikutnya diwajibkan membayar seperlima hasil usahanya untuk imam.
e.       Keyakinan terhadap taqiyyah dan sirriyah serta menerapkannya ketika terjadi banyak kesulitan.
f.        Imam isma’iliyyah adalah poros da’wah dan ‘aqidah serta keduanyamengintari pribadinya.
g.      Keyakinan bahwa bumi ini tidak terlepas dari imam zhahir atau imam bathin. Apabila imamnya zhahir, maka hujjahnya boleh tertutup. Tetapi apabila imamnya bathin, maka hujjah dan para penganjurnya harus zhahir.
h.      Keyakinan dengan adanya reinkarnasi.[9]







BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

a.       Khawarij dan Syiah merupakan suatu kelompok yang dulunya pengikut Ali bin Abi Thalib yang kemudian terbentuk akibat dari politik.
b.      Khawarij merupakan suatu gerakan atau kelompok yang memisahkan diri dari kelompok Ali bin Abi Thalib karena menganggap Ali telah kafir melalui penerimaan arbitrase dengan Muawiyan bin Abi Sufyan.
c.       Akibat minimnya pengetahuan tentang keagamaan pada kaum khawarij, maka terjadilah perbedaan pendapat antar individu-individu khawarij yang akhirnya lahir beberapa sekte dengan pergerakan masing-masing.
d.      Syiah merupakan sebuah kelompok yang masih setia berada dalam barisan Ali bin Abi thalib karena salah satu anggapan bahwa Ali merupakan satu keturunan dari Nabi Muhammad saw. yang akan terjaga dari kesalahan.
Akibat adanya beberapa perbedaan pendapat antara mereka sendiri maka Syiah pecah menjadi beberapa sekte



[1] Harun Nasution, Teologi Islam “Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan “, Jakarta: UI-Press, 2002, hal. 13
[2] Loekman Soetrisno,Dkk, Teologi Pembangunan “Paradigma Baru Pemikiran Islam”,  Yogyakarta: LKPSM NU DIY, 1989, hal 105-108

[3]Harun Nasution, Teologi Islam “Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan “, hal. 15-23
[4] http://www.salafy.or.id/print.php?id artikel=895 tanggal download 14 April 2013, 21.00 WIB
[5]www.ahmadfilosofi’sblogs.com, tanggal download 14 April, 21:00 WIB
[6]WAMY, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, cet.lll, Jakarta Timur: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2002, hal. 218-224
[7]www.musa-abdul-jabbar.blogspots.com, Tanggal download: 14 April 2013, 21:00 WIB  
[8]www.wahanakreasi4.blogspots.com, Tanggal Download: 14 April 2013, 21:00 WIB
[9] WAMY, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, hal. 25-31

Share this article

0 komentar:

Post a Comment

Reffhi Bahrizal

 
Copyright © 2014 Cerita Dunia • All Rights Reserved.
Distributed By Free Blogger Templates | Template Design by BTDesigner • Powered by Blogger
back to top